Lampung Tengah – (BIN) – Nepotisme adalah praktik memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga, kerabat, atau teman dekat dalam dunia kerja atau pemerintahan tanpa mempertimbangkan kompetensi dan kualifikasi. Praktik ini dapat merusak sistem meritokrasi dan menciptakan lingkungan yang tidak adil, sehingga harus ditolak demi terciptanya profesionalisme dan transparansi.
Nepotisme sering dikaitkan dengan kronisme, yang merupakan praktik memberikan keuntungan kepada teman-teman dekat atau orang-orang yang memiliki hubungan baik dengan seseorang yang berwenang. Meskipun keduanya mirip, nepotisme lebih menekankan pada hubungan keluarga atau kerabat dekat, sedangkan kronisme lebih menekankan pada hubungan persahabatan atau ikatan sosial.
Hal itu seperti yang diduga terjadi pada pemerintah kabupaten Lampung Tengah dibawah kepemimpinan Bupati Ardhito Wijaya, yang sedang memilih Sekretaris Daerah (Sekda) untuk Kabupaten Lampung Tengah, dan tercium adanya aroma atau nuansa nepotisme terselubung dalam bingkai Meritokrasi.
Dan itu menjadi keprihatinan tersendiri dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Lampung Tengah, Ferry Arief, karena menurut Ferry Nepotisme dapat membawa dampak buruk bagi individu, organisasi, institusi dan masyarakat secara keseluruhan, Selasa (13/05/2025).
Menurut Ferry, dampak buruk dari praktek nepotisme dalam memilih seseorang dalam menduduki suatu jabatan dalam pemerintahan itu dapat menurunkan kualitas SDM.
“Memilih seseorang untuk menduduki suatu jabatan hanya karena hubungan keluarga, tanpa mempertimbangkan kompetensi akan menghambat kinerja pemerintahan,” ujar Ferry.
Selain dari pada itu, Nepotisme juga kata Ferry akan melemahkan moral pegawai.
“Kandidat lainnya yang lebih kompeten tetapi tidak mendapatkan kesempatan akan merasa tidak dihargai, sehingga menurunkan motivasi kerja,” ucap Ferry.
Lebih jauh Ferry mengatakan bahwa, Nepotisme dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
“Dalam pemerintahan, nepotisme dapat merusak citra institusi karena dianggap tidak profesional dan tidak adil,” kata Ferry.
Yang lebih bahaya lagi menurut Ferry, Nepotisme dapat meningkatnya resiko korupsi.
“Praktik nepotisme sering kali berjalan seiring dengan kolusi dan korupsi karena hubungan kekeluargaan yang cenderung melindungi kepentingan pribadi,” tegas Ferry.
Untuk itu Ferry mengajak masyarakat Lampung Tengah untuk menolak dan mencegah praktek Nepotisme dalam pemilihan Sekda Kabupaten Lampung Tengah.
“Untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan profesional, sebaiknya Pemda Lampung Tengah bersama Panitia seleksi dapat Menegakkan Sistem Meritokrasi Setiap rekrutmen dan promosi yang didasarkan pada kualifikasi, pengalaman, dan kemampuan, bukan hubungan personal,” ucap Ferry.
Selain itu dia juga berharap, agar dalam proses seleksi calon Sekda Kabupaten Lampung Tengah dapat menerapkan transparansi dan pemilihan.
“Proses seleksi harus terbuka, dengan standar yang jelas dan objektif, sehingga setiap orang memiliki kesempatan yang sama,” pinta Ferry.
Dia juga menginginkan agar membangun pengawasan yang ketat dalam proses seleksi calon Sekda Kabupaten Lampung Tengah.
“Dibutuhkan sistem pengawasan internal dan eksternal untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam proses seleksi calon sekda kabupaten Lampung Tengah,” Imbuh nya.
Terakhir Ferry juga mengingatkan agar Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dapat menanamkan budaya Profesionalisme.
“Institusi Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah harus menanamkan nilai-nilai integritas, etika kerja, dan profesionalisme, baik dalam rekruitmen maupun dalam proses seleksi calon pejabat dilingkungan Pemda Lampung Tengah.” Tutup Ferry.
Keprihatinan Ketua DPC PWRI Kabupaten Lampung Tengah itu bukan tanpa dasar, sebab
melihat proses seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lampung Tengah kini berada dalam sorotan tajam publik. Pasalnya, Welly Adi Wantra, S.STP., M.M., yang tidak lain adalah adik ipar Bupati Ardito Wijaya, muncul sebagai peraih nilai tertinggi dalam tahap administrasi dan rekam jejak. Fakta ini memantik pertanyaan mendasar: benarkah proses seleksi ini berlandaskan prinsip meritokrasi, atau hanya sekadar formalitas birokratis yang melegitimasi skenario yang telah ditentukan ?
Menurut hasil penilaian Pansel, Welly mencatat skor 90 poin dalam verifikasi administrasi dan rekam jejak, setara 18 poin dari total bobot 20%. Sementara itu, empat kandidat lain yang notabene juga memiliki rekam jejak kuat, tertinggal jauh. Walaupun tahapan seleksi kompetensi saat ini masih berlangsung, namun Ferry sudah mulai mencium aroma nepotisme dan ketidaknetralan.
Seleksi kompetensi tersebut diikuti oleh peserta yaitu: 1. Welly Adi Wantra, S.STP., M.M. (Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Metro) 2. Dr. Deny Sanjaya S.T., M.T. (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Metro) 3. Martahan Samosir, S.STP., MPA (Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Lampung Utara) 4. Thabrani Hasyim, S.Sos., M.M. (Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Lampung Timur) 5. Drs. Ichsan, M.SI (Sekretaris DPRD Lampung Tengah).
Nepotisme adalah ancaman serius bagi keadilan, transparansi, dan profesionalisme dalam Pemerintahan. Dengan menegakkan sistem berbasis meritokrasi dan transparansi, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih kompetitif, adil, dan berintegritas. Oleh karena itu, mari bersama-sama menolak segala bentuk nepotisme demi masa depan Lampung Tengah yang lebih adil dan berkualitas.
(Red)