Tapanuli Utara – (BIN) – Kegiatan perambahan hutan akan merugikan kelestarian ekosistem hutan, kerusakan vegetasi, kerusakan lahan dan berpotensi untuk menyebabkan bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
Beberapa upaya yang perlu dan harus dilakukan KLHK untuk mencegah bencana banjir dan longsor, melalui kegiatan penanaman pohon, rehabilitasi hutan dan lahan, membuat bangunan konservasi tanah dan air seperti sumur resapan, Dam penahan, Gulli Plug, pengerukan sungai, dan mengubah budaya tani hortikultura ke tanaman kayu-kayuan.
Namun berbeda dengan yang terjadi di kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Menurut informasi dari masyarakat ada aktivitas penebangan kayu yang mengundang keresahan bagi masyarakat.
Sahala Arfan Saragih, S.H. sebagai pemerhati lingkungan hidup, setelah mengetahui adanya aktivitas penebangan kayu tersebut di kecamatan pangaribuan, sudah terjun langsung ke lokasi bersama Pers media online/tv Streaming yang sengaja saya undang untuk mengetahui kebenarannya, dan kami telah menyaksikan lokasi sudah dalam kondisi luluh lantak, Tuturnya, 07/02/2024.
Saya sedih dan kecewa melihat hutan yang secara turun temurun dijaga oleh nenek moyang kita yang ada di sopo raru dan sigotom Julu yang saat ini kondisi sudah luluh lantak hutanya, ada juga beberapa anak sungai yang rusak akibat longsoran dan tanah masuk ke sungai sehingga mencemari air sungai, ada juga beberapa sawah yang tercemar sehingga tidak bisa ditanami. Jalan-jalan atau tanah dilokasi ini sudah terbelah diberbagai tempat, karena adanya pengambilan kayu, ungkap Arfan Saragih.
Hal ini adalah masalah lingkungan yang serius, kalau di undang-undang Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 hal ini diduga sudah masuk dalam tindakan pengerusakan Lingkungan Hidup, karena penebangan ini dilakukan tanpa perencanaan (Sporadis), sehingga tidak memenuhi aspek lingkungan, justru hal ini perlu dipertanyakan apakah mereka punya ijin lingkungan hidup? Untuk membuktikannya saya akan secepatnya lapor kepada Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan Medan atau Jakarta, Tegasnya.
Lanjut Sahala Arfan Saragih, Sebagai instansi yang Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penurunan gangguan, ancaman dan pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan, seharusnya lebih pro aktif untuk menanggapi informasi segala sesuatu hal indikasi penyimpangan apalagi yang sudah dipertanyakan masyarakat, namun hal tersebut masih jauh dengan harapan.
Kita harus memikirkan efek dari penebangan hutan, bisa menimbulkan longsor dan banjir seperti yang terjadi akhir-akhir ini longsor di mana-mana khusus di kabupaten tapanuli Utara.
Ketika Tim Jurnalis dan LSM konfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup Kab. Tapanuli Utara untuk mempertanyakan SPPL penebangan Pohon di kecamatan pangaribuan tersebut, Kadis menyampaikan kalau Kabidnya lagi dilapangan, nanti akan saya tanyakan kirim aja Video/foto yang ada titik koordinatnya, karena kabid saya yang lebih mengetahui tentang hal seperti itu, ujarnya. 12/02/2024.
Satu minggu lebih berlalu tidak ada tindak lanjut informasi yang didapat hasil konfirmasi dari Kadis dan Kabid lingkungan hidup Taput, pada tanggal 21 pebruari Tim menelpon Kabid lingkungan hidup untuk bertanya hal yang sama tentang SPPL yang dikeluarkan pada pengusaha atas nama Herman Julius Tambunan. Kabid lingkungan hidup menyampaikan SPPL nya 19 Hektar, hanya itu saja ya? Kalau gak salah diperpanjang lagi 19 hektar lagi, kami perlu copyan SPPL nya pak Kabid, kirim aja lokasinya sesuai titik koordinatnya biar saya cek ujar Kabid lingkungan hidup, titik koordinatnya langsung dikirim ke Whatsapp Kabid lingkungan hidup.
Pernyataan Kabid Dinas Lingkungan hidup Taput sudah berbeda dengan yang disampaikan Mantan Kepala Desa Sigotom Julu, yang menyampaikan kepada awak media dan pemerhati lingkungan hidup kalau SPPL dikeluarkan oleh provinsi.
Pada tanggal 22 Pebruari Kabid lingkungan hidup sudah tidak merespon lagi SMS yang dikirim Tim Jurnalis ke Whatsapp nya.
Atas hal tersebut menjadi menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Utara yang diduga terkesan seperti ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi. Apakah tidak tau Tupoksinya? dan tidak memahami undang-undang nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik?
Pada hari ini Sabtu, 24 Pebruari Sahala Arfan Saragih, S.H menanggapi atas sikap oknum dari Lingkungan Hidup Tapanuli Utara, saya teringat dengan pernyataan masyarakat Desa kecamatan Pangaribuan, juga warga masyarakat sopo raru yang berbatasan dengan lokasi penebangan Hutan, yang ditebangi sudah ada mencapai 150 hektar kurang lebih, diperkuat lagi dengan hasil konfirmasi dengan mantan Kepala Desa Sigotom Julu berdasarkan data yang ada total keseluruhan sudah mencapai ratusan hektar, sayang nya ketika Tim meminta data yang dimaksut Mantan Kepala Desa enggan untuk memberikan, menyarankan langsung aja minta pada pengusaha kayu, terangnya.
Demi perimbangan berita, sebelum release berita ini dikirim kemeja Redaksi untuk diterbitkan di Media Online dan TV Streaming, awak media sudah konfirmasi pada instansi terkait dan pengusaha kayu, namun hingga release berita ini terbit/tayang pengusaha kayu tidak memberi tanggapan nya.
(BMT.Manalu)